A. Reward
Dalam Islam pendidikan memiliki kedudukan yang penting bagi manusia. Karena dengan pendidikan manusia akan mengetahui jati dirinya dan juga akan mengetahui hakikat hidup yang dijalani dimuka bumi ini. Begitu pentingnya pendidikan bagi manusia, maka pendidikan tersebut tidaklah dapat dipandang sebelah mata, atau pendidikan tersebut hanya dijadikan pelengkap bagi kehidupan manusia.
Rumah, orang tua, dan keluarga merupakan kesatuan dari komponen utama pendidikan awal bagi seorang anak sekaligus lembaga pendidikan utama. Anak yang terlahir dalam keadaan suci dan bersih perlu dibuatkan sketsa dan garis-garis bernuansa Islami dalam mengenalkan berbagai pengetahuan kepada anak. Rumah dan keluarga sampai kapan pun akan menjadi tempat anak belajar lebih lama dari pada sekolah. Anak menghabiskan 900 jam setahun disekolah dan 7.800 jam di luar sekolah. Sekolah hanya memberikan 8% sumbangsih pada pendidikan anak, sisanya anak dapatkan dilingkungan keluarga dan masyarakat. Tersimpan waktu kurang lebih 7.800 jam pertahun waktu di rumah bagi seorang anak untuk mendapatkan pendidikan umum dan keagamaan.
Cara dan model dalam orang tua mendidik anak,bermacam model pilihan, model, dan kesepakatan yang dibuat. Dan dari semua rencana dan keputusan yang orang tua pilih, dapat di buat garis besar kurikulum mendidik anak yakni pendidikan penganut model era dulu atau pendidikan penganut era modern. Perbedaannya yakni apabila era dulu anak dikendalikan penuh oleh orang tua sedangkan era sekarang orangtua bebas memberikan pilihan kepada anak, era dulu anak dipaksa untuk selalu mendengarkan orang tua era sekarang orang tua mendengarkan keinginan anak, era dulu orang tua menuntut anak berprestasi di bidang akademik sedangkan era sekarang orang tua membebaskan anak berprestasi dalam bidang apa pun, era dulu orang tua lebih menerapkan sistem punishment sedangkan era sekarang orang tua lebih menerapkan sistem reward, era dulu pendikan tinggi hanya untuk anak laki-laki sedangkan era sekarang siapapun mendapatkkan hak yang sama dalam pendidikan.
Rosulullah saw, merupakan suri tauladan bagi seluruh umat Islam. Karena itu, sudah sepatutnya orang tua meneladani cara rosulullah dalam mencontohkan memberikan praktik baik dalam mendidik keluarga dan para sahabat. Reward dan punishment termasuk kedalam cara rosulullah mendidik putra-putrinya di lingkungan keluarga.
Reward atau hadiah sebagai salah satu hal yang dapat membawa pengaruh terhadap semangat dan motivasi anak untuk mempelajari berbagai hal. Karena bersamaan dengan hadiah teriring kasih sayang, cinta, tanda penghormatan, dan kebanggan orang tua kepada anak. Dalam model pendidikan pemberian hadiah, hal ini sesuai dengan riwayat hadits yang artinya “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” (HR Al Bukhari). Ketika timbul rasa saling mencintai antara anak dan orang tua, maka orang tua dalam memberikan pengajaran kapada anak akan lebih mudah. Rasul pun menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan hadiah meskipun itu sederhana dan sedikit. Anak akan sangat merasa bahagia dan puas dengan apa yang mereka dapatkan.
Salah satu usaha untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan adalah dengan menerapkan kedisiplinan kepada para murid. Tanpa adanya suatu kedisiplinan yang tinggi maka hasil dari suatu pendidikan tidak akan dapat kita capai. Menurut Hurlock dalam Rusydiana Hamid, secara umum konsep disiplin adalah sama dengan punishment (Rusydiana, 2006: 66). Penegakan kedisiplinan tersebut diperlukan jika adanya gejala-gejala pelaggaran yang dilakukan oleh peserta didik. Kedisiplinan diterapkan bukanlah untuk memberatkan apalagi membebani peserta didik. Kedisiplinan bertujuan untuk pembentukan karakter dan juga membimbing mereke pada pembentukan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Berbicara masalah kedisiplinan pada peserta didik, maka akan kita dapati siswa yang memiliki komitmen tinggi terhadap aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Dan ada pula siswa yang menganggap remeh aturan yang telah disepakati tersebut. Permasalahan ini adalah masalah yang sangat besar dalam bidang pendidikan. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa dan diabaikan oleh guru ataupun pihak sekolah akan memberikan dampak negatif bagi siswa yang lain. Pelanggaran ataupun tindakan indisipliner yang dibiarkan akan menimbulkan ketidakstabilan dalam proses belajar mengajar maupun lingkungan sekolah itu sendiri. Untuk itulah guru ataupun sekolah harus dapat menegakkan peraturanperaturan tersebut untuk menjaga kestabilan dalam proses belajar mengajar dengan memberikan punishment bagi pelanggar aturan dan memberikan reward bagi siswa yang berprestasi.
Penerapan punishment hendaknya dibarengi pemberian reward. Jika punishment bertujuan sebagai pencegahan suatu kelalaian peserta didik, maka reward diberikan sebagai motivasi dan juga penghargaan yang diberikan kepada siswa. Reward dan punishmen, keduaduanya bertujuan untuk memperbaiki siswa dalam proses belajar mengajar. Hanya saja sudah tepatkah kita menggunakan reward dan punishment ini sebagai metode dalam pendidikan.
Definisi dan arti kata Reward. Reward adalah istilah dalam bahasa Inggris yang artinya pahala, upah, hadiah, dll tergantung dari konteks pembicaraanya. Jika berhubungan dengan agama dan kepercayaan terhadap tuhan YME, maka reward di artikan sebagai pahala. Sedangkan jika berhubungan dengan tindakan baik antar sesama manusia maka artinya adalah hadiah atau upah atau ganjaran yang bersifat baik dan menyenangkan.
Dalam kamus yang lain reward cenderung digunakan dalam istilah pengajaran, dalam pengajaran reward diberikan sebagai bentuk penghargaan (for gallantry), atau sebuah hadiah dan balasan yang menguntungkan dan memberikan manfaat pada orang yang menerimanya. Reward juga bisa diartikan sebagai an act performed to strengthen approved behavior (Tindakan dilakukan untuk memperkuat perilaku yang disetujui). Dengan kata lain reward merupakan bentuk tindakan yang dilakukan dalam rangka memberikan sebuah penghargaan dalam rangka memperkuat prilaku yang disetujui dan yang menjadi keinginan dari bentuk tujuan yang diharapkan. Dalam pengertian bahasa Arab, reward diartikan sebagai “ganjaran” dengan istilah “tsawab”. kata tsawab ini bisa berarti dengan pahala, upah, balasan.(attabik, ali & ahmad zuhdi, 638)
Ada sebuah contoh dari Rasulullah SAW yaitu pernah membariskan Abdullah, ubaidillah dan sejumlah anak-anak paman beliau, Abbas r.a dalam satu barisan. Kemudian beliau bersabda “Barangsiapa yang lebih dahulu sampai padauk, maka dia akan mendapatkan anu dan anu”. Merekapun berlomba lari menuju ke tempat Nabi SAW berada. Setelah sampai kepadanya, ada yang memeluk punggungnya dan ada pula yang memeluk dadanya dan Nabi menciumi mereka serta menepati janji kepada mereka (H.R Ahmad, Musnad bani hasyim 1739).
Dalam memberikan reward, seorang pendidik harus menyesuaikan dengan apa yang telah dicapai oleh peserta didik, jangan sampai pemberian reward tersebut menimbulkan sifat materalis pada diri peserta didik (Rusdiana Hamid, 2006: 68). Pemberian reward yang berlebihan akan menghilangkan tujuan dari reward itu sendiri. Apa lagi dengan pemberian reward tersebut telah dianggap suatu upah oleh peserta didik. Dalam pemberian reward sangatlah variatif, reward dapat diberikan berupa materi dan juga dapat diberikan berupa non materi (Wahyudi Setiawan, 2018: 187). Pemberian reward yang berupa materi dapat diwujudkan dengan hadiah ataupun benda-benda yang memiliki daya tarik terhadap siswa sehingga siswa termotivasi untuk mendapatkannya. Adapun reward yang berupa non materi dapat berupa pujian, ataupun tepukan dipunggung dan hal-hal yang dapat menyenangkan hati siswa tersebut.
B. PUNISHMENT
Selain reward, rasulullah juga menetapkan model punishment dalam mendidik. Namun perlu di garis bawahi bentuk punishment yang diberikan bersifat mendidik untuk anak. Punishment atau hukuman berfungsi untuk membuat anak jera terhadap perbuatan yang menyimpang atau tidak sesuai dengan ajaran. Bentuk-bentuk punishment yang dicontohkan oleh rasulullah dalam mendidik anak diantaranya hukuman dalam bentuk verbal berupa menasihati sebagaimana rasulullah pernah memberi nasihat dan petunjuk kepada Umar bin Abi Salamah ketika sedang makan “Nak, sebutlah nama Allah. Makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang ada di hadapanmu” (HR Bukhari-Muslim); memberikan teguran kepada anak secara fisik namun tidak menyakiti dan meninggalkan luka serta trauma sebagaimana yang telah rasulullah anjurkan dalam hadis “Jika salah seorang memukul, maka jauhilah muka”(HR. Abu Daud). Bentuk lainnya adalah hukuman non verbal dapat berupa menunjukkan ekspresi masam sebagai bentuk kecewa atau ketidak setujuan orang tua pada perilaku anak.
Adapun punishment adalah pemberian hukuman kepada siswa sebagai sebuah konsekwensi logis atas pelanggaran yang telah diperbuatnya dalam rangka pencegahan atas pelanggaran tersebut ataupun pemberi pembelajaran kepada yang lainnya (Baroroh, 2018: 55). Dalam penjatuhan sebuah punishment seorang guru harus berhatihati dan harus sangat memperhatikan kondisi psikis seorang anak. Hal tersebut dilakukan agar punishment tersebut tidak menimbulkan dampak negatif pada diri peserta didik.
Dalam pemberian sanksi berupa hukuman, terutama hukuman fisik maka hendaknya seorang pendidik tidak terburu-buru dan tidak terkesan pada balas dendam (Bafadhol, 2017: 1119). Pemberian hukuman yang terburuburu ataupun cenderung untuk membalas dendam atas kesalahan siswa tadi akan menimbulkan efek yang tidak baik bagi siswa dan menjadikan hubungan antara siswa dan guru tersebut tidak baik.
Al-Ghazali dalam Muhammad Fauzi mengatakan bahwa hukuman adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sadar yang mana perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dijatuhkan kepada sesorang dengan tujuan menjadikannya sadar atas kelalaian yang diperbuatnya dengan tujuan perbaikan bagi yang bersangkutan (Fauzi, 2016: 34).
Dalam dunia pendidikan, hukuman adalah jalan terakhir yang dilakukan oleh guru disaat siswanya melakukan suatu kelalaian ataupun kesalahan. Seorang guru hendaknya mengajak berdialog terlebih dahulu kepada siswa yang berbuat suatu pelanggaran ataupun kesalahan. Dengan adanya dialog yang dilakukan guru kepada siswa maka siswa merasa tidak dihakimi atas perbuatan salah yang telah dilakukannya.
Selain itu dengan dialog tersebut guru akan dapat menemukan penyebab siswa melakukan suatu pelanggaran dan memberikan suatu solusi atas apa yang sedang dialami oleh siswa tersebut. Disaat pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru tidak berdampak positif pada prilaku siswa, maka seorang guru dapat memberikan suatu hukuman yang mendidik dan menyadarkan kepada siswa apa yang diperbuatnya tersebut adalah sesuatu yang salah.
Pendisiplinan masih dianggap sebagai hal yang diperlukan sebagai guna pembelajaran, pendidikan, latihan dalam pembentukan moral yang baik. Pendisiplinan sebagai bentuk Develop (Children's) Behavior By Instruction And Practice; Especially To Teach Self-Control, Mengembangkan perilaku (anak-anak dan) oleh instruksi dan praktek, terutama untuk mengajarkan pengendalian diri. Dengan asumsi diatas maka disiplin dalam pendidikan dianggap penting. Tidak jarang dalam pendidikan menemui siswa bermasalah, sehingga terkadang pendidik merasa jenuh dan kesal melihat anak didiknya yang kurang bisa diatur atau diajak kerjasama untuk kebaikan mereka. Pendidik biasanya merasa kesal dan tidak sabar sehingga memacu emosi dan memakai cara-cara yang kasar.
Cara yang kasar dalam pendidikan dapat berupa perkataan yang menyakitkan di perasaan maupun cara yang kasar dengan memukul siswa. Pada dasarnya hal ini terjadi tidak lain hanya menginginkan siswa menjadi lebih disiplin dan lebih baik. Namun kemudian muncul sebuah pertanyaan, apakah kekerasan dalam pendidikan bisa menyelesaikan maslah pendidikan?. Apakah benar penerapan yang dimaksud punishment dalam paradigma teori behaviorisme adalah hukuman?. Terkadang efek yang muncul dari sebuah discipline dalam arti punishment tidak bisa menyelesaikan masalah, tapi menimbulkan kebencian atau ketidak senangan anak didik terhadap guru. Dampak yang timbul akibat kebencian siswa terhadap guru akan menimbulkan sebuah hijab (penghalang) pada siswa untuk mau menerima information (informasi) dari seorang guru.
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan disebut corporal punishment, yaitu berupa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang pada orang lain atas nama pendisiplinan anak dengan menggunakan perlakuan fisik, meskipun sebenarnya hukuman atau kekerasan fisik tidak diperlukan (is disciplinary action involving the infliction of psysical pain upon one person by another, although physical contact is not necessary (W.W. Charters, 197)38 Terkadang kita menyayangkan sekali perlakuan dan tindak kekerasan ini dilakukan oleh para pihak lembaga, entah itu guru, ustad dan yang lainya. Yang pada dasarnya mereka seharusnya memberikan perlindungan pada anak didiknya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru.
Dampak-dampak kekerasan dan perlakuan yang kurang baik dalam mendidik siswa ini akan menimbulkan hal yang negatif pada siswa. Kita harus berfikir kembali apakah pendidikan harus dilakukan dengan kekerasan atau lebih baik dengan kasih sayang. Kesalahan anak yang timbul dari prilakukanya itu adalah hal biasa, dan oleh karena itu mereka memerlukan pendidikan yang baik agar menjadi orang yang lebih baik. Tidak harus permasalahan yang ditimbulkan oleh prilaku siswa diselesaikan dengan kekerasan. Jika memang semua pendidikan akan dapat selesai dan tuntas dengan kekerasan maka pendidikan akan lebih mudah dilakukan seperti orang pengembala yang membawa cemeti untuk mengatur hewan peliharaanya.
Agar punishment tersebut tidak berakibat fatal dan negatif, dalam pelaksanaan punishment tersebut haruslah mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh agama dan nilainilai kemanusiaan yang ada. Jika pelaksanaan punishment tersebut melanggar rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh agama dan nilainilai kemanusiaan, maka punishment yang dilakukan oleh seorang guru tersebut akan menghasilkan sesuatu yang negatif dan tidak akan mengenai sasaran yang diinginkan. Punishment yang diberikan kepada siswa hendaklah tidak membuat siswa mengalami trauma psikis.
Guru jangan sampai memberikan hukuman yang membuat seorang anak menjadi trauma sehingga mempengaruhi psikologis anak tersebut. Cacian ataupun makian di depan umum tidak baik, karena dapat mempengaruhi kepribadiannya. Bentuk punishment seperti ini tidak akan menyadarkan seorang anak akan kesalahannya. Bahkan mungkin akan menimbulkan permasalahan yang lain antara guru dan anak tersebut. Anak akan menjadi seorang pendendam dikarenakan harga dirinya telah dilecehkan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar