- Konsep Manusia dan Pendidikan dalam Hadist
Di dalam Al-Qur’an ditemukan beberapa perkataan yang sering
digunakan bila berbicara tentang manusia, yakni: al-Basyar, al-Insan, dan
an-Nas [1].
Al-Basyar juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara
laki-laki dengan perempuan. Makna etomologis dapat dipahami bahwa manusia
merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan,
seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya. Secara
etimologi Al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa.
Kata al-insan digunakan di dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia
sebagai makhluk jasmani dan rohani. Sedangkan Kata an-nas dalam Al-Qur’an untuk
menunjukkan bahwa sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan keimanan yang
kuat. Kadangkala ia beriman, sementara pada waktu yang lain ia munafik[2].
Ada sebuah hadist mengenai konsep manusia yaitu
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِفَاَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَنِهِ اَوْ يُمَجِّسَنِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تُنْتَجُ
الْبَهِيْمَةَ هَلْ تَرَى فِيْهَا جَدْ عَاءَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِى)
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Dza'bin dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman
dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam
bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua
orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau
Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan
sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya (HR. Bukhori. No.1296)[3]
Konsep manusia dalam hadist tersebut dikatakan
bahwa semua orang itu dalam keadaan kosong, suci, dan memiliki hak yang sama
atas pengetahuan yang perlu diarahkan, dibimbing, didorong sehingga bisa
menjadi sesuatu yang diinginkan. Sepertinya hal ayah dan ibu nya yang
mejadikannya dia yahudi, Nasrani dan majusi, bahwa anak pada umumnya bisa kita
bentuk menjadi apapun. Potensi anak itu sangat bersih bagaikan suatu
kertas putih yang belum tercorat-coret oleh tinta.[4]
Menyambung ke
konsep pendidikan, bahwa pembelajaran harus dibentuk secara sistematis untuk
mengarahkan anak pada suatu tujuan dengan memperhatikan kemampuan anak
tersebut. Kita bisa olah menjadi A, B atau C tergantung pada capaian, metode,
isi pembelajaran.
-
Landasan
Sosial, Ekonomi dan Politik
Manusia adalah
makhluk sosial (soscial being atau homo saphiens). Kita sebagai manusia
dilahirkan ke alam dunia ini dalam kondisi yang lemah, tak berdaya. Karena
manusia tidak berdaya, maka dia tidak akan sanggup melangsungkan hidupnya tanpa
bantuan orang lain. Mengenai sosialitas manusia (social being) terlaksananya
pendidikan secara baik adalah dengan saling tolong-menolong sebagai makhluk
sosial. Pernyataan ini dapat dipertegas dengan Q.S Al-Maidah ayat 2 Artinya:
dan “tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” Al-Quran
membahasakan ungkapan kerjasama, saling tolong atau saling membantu dengan kata
ta’awun, yang berarti kedua belah pihak secara aktif melakukan pertolongan dan
bantuan satu sama lain. Karakter dasar manusia inilah yang menempatkan dirinya
menjadi sebuah keniscayaan, di mana dalam mengarungi dan memenuhi kebutuhan
hidup di dunia ini[5].
Pendidikan Islam
dalam perspektif ekonomi maksudnya
adalah pendidikan atau ilmu
akan mengentarkan seseorang menjadi kaya,
sehingga disebut dengan orang yang
punya ekonomi. Rasul
saw pernah ditanya perihal
ilmu dan ekonomi atau
harta, maka Rasul
saw menjawab pilih ilmudemikianbeliau menceritakan kisah Nabi Sulaiman, Haditsnya :
Sulaiman diberi pilihan antara
harta, kerajaan, atau ilmu.
Maka Sulaiman memilih ilmu.
Lalu dengan sebab memilih ilmu (pada akhirnya) ia
diberi kerajaan dan
harta.(H.R. Ibnu ‘Asakir dan ad-Dailami)[6].
Pendidikan Islam juga bertujuan untuk merubah akhlak dan budi pekerti pribadi
manusia dalam rangka ibadah kepada Allah dan menuju ketaqwaan kepada Allah.
Dalam pandangan ilmu ekonomi, maka pendidikan Islam adalah rangkaian proses
pembelajaran dalam mencari pengetahuan untuk mendapatkan kesejahteraan atau
ekonomi mapan (harta).
Politik menciptakan produk kebijakan dalam pendidikan. Jadi sangat penting kita melihat aspek politik ini menentukan keberhasilan pendidikan. Pendidikan khususnya pendidikan formal disekolah merupakan tempat transfer pengetahuan tetapi juga sebagai tempat transfer nilai, nilai dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan normanorma dan segala sesuatu yang baik dimasyarakat. Rantai tersebut merupakan kepaduan yang menentukan manusia menjadi apa.
Pemipin harus mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba, dapat mengoreksi kelemahan-kelemahan, dan mampu membawa lembaga kepada sasaran dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Ringkasnya, pemimpin mempunyai kesempatan paling banyak untuk mengubah lembaga yang dipimpinnya. Oleh karena itu manajemen merupakan kunci bagi suksesnya kepemimpinan. Kartono mengatakan “pemimpin merupakan paktor kritis (crucial factor) yang dapat menentukan maju mundurnya atau hidup matinya suatu usaha dan kegiatan bersama”.[8]
[1] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Perspektif Filsafat (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 40.
[2] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis (Jakarta: Ciputat, 2002), hal.13
[3] Rubini. 2015. Jurnal Hadits Tarbawi Tentang Potensi Anak (Fitrah). Yogyakarta: Jurnal Komunikasi Dan Pendidikan Islam. Hal 28.
[4]Hasbiyallah,dk.2015.Hadist Tarbawi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal 2.
[5] Lanny Octavia, dkk., Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, Cet. I. ( Jakarta: Rumah Kitab, 2014), h. 156.
[6] Nurhadi, Islamic Education dalam Perspektif Ekonom dan Filosof (Analisis Paradigma Pendidikan Barat Dan Timur). Jurnal Al-Thariqah Vol. 2, No. 2, Desember 2017. Hal 117
[7] Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru, (Purwokerto: 2011, STAIN Press), Hlm. 112
[8] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Cet. VII (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. VI.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar